Thread Rating:
  • 0 Vote(s) - 0 Average
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
Kasus RS vs Pasien.. menurut TS?
#1
Akhir2 ini, selain cerita "Putri negeri seberang yg terpaksa nyebrang lagi ke Indonesia"(fiuh.. judul yg panjang..), lagi rame juga diberitakan ttg kasus seseorang yg diperkarakan karena menulis keluhannya tentang layanan RS di e-mail..

Nah, tanggapan & pandangan TS soal kasus yg terakhir disebut gimana?
Reply
#2
blom baca beritanya brow.... ketinggalan beritanya nih.. cari2 dulu degh
Reply
#3
Ini Berita lengkapnya gw ambil dari kompas, silahkan dibaca dulu baru komennya.

Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera.

Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis.

Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke  penjara?

Berikut ini adalah surat prita.

[spoiler=Surat Prita]
RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF

Prita Mulyasari - suaraPembaca

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.


Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera

[/spoiler]
Reply
#4
Gua repost pendapat sendiri boleh dooonk.. hehe.. soalnya males ngetik lagi.. hehe..

Ini cuma pendapat gua, gua gak memihak siapa2.. ini cuma analisa gua sendiri.. kalo gak setuju jangan marah2 yah.. namanya juga berpendapat..

kalo loe pernah liat subject emailnya, tulisannya gini: "Penipuan Omni Internasional Alam Sutera Serpong".. wajar sih menurut gua omni ngamuk2, kalo bu prita tulisnya "Ketidakpuasan terhadap omni" atau "Saya dipermainkan omni" yah kelewatan kl omni ngamuk.. beneran ditulis penipuan kok.. sedangkan di media gak dibahas kl si bu prita ini tulis kata penipuan.. yg dibahas di media cm seorang ibu yg sangat kasian, menulis surat demikian, dan hanya curhat pada teman2nya.. malah di tuntut oleh RS yg have big power..
ini mah sama aja kayak motor nabrak mobil bukan? belom ada pembuktian apa2, tiba2 main bikin asumsi sendiri kalo yg pasti salah si mobil..

omong kosong lah kalo cuma curhat.. judul suratnya dah jelas2 ada unsur menuduh penipu.. trus kata2 di surat jg mencoba meyakinkan orang untuk tidak ke omni.. yah kl memang dia merasa begitu yah mending langung ke perlidungan konsumen.. eh, malah nyebar email.. biarpun cuma 4 orang kan tetap aja dia yg buat.. kalo menurut gua sih, itu bukan curhat dengan bebas berekspresi.. tapi memang ada niat untuk mencoreng namanya.. masalahnya caranya dia dgn bikin email di milis.. kalo dia langsung nuntut kan urusannya beda.. laporin aja ke polisi.. ntar juga polisi yg menyelidiki.
Terlepas dari dia kasian yaaah.. dia emang kasian.. tapi tetep aja dia emang telah melakukan pencemaran nama baik bukan? kalo itu RS gua juga pasti gua lebih setuju dia nuntut gua di pengadilan, daripada nulis email berantai begitu..

Yang menjijikkan dengan kasus ini.. kasus ini dipake o/ calon2 presiden untuk menaikkan namanya.. gak penting banget.. Bagaimana caranya salah satu capres bisa bilang "Bebaskan dia.. Bu Prita gak salah, karena hanya mengirimkan email ke temannya.." sedangkan yg berhak ngomong begini yah jelas2 penyidik & pengadilan..

Pihak RS dah memberikan etiket baik kok.. ada semua di detik..com, sebelum pihak omni melapor ke polisi si ibu 2 anak ini udah di kasih peringatan, untuk meminta maaf kepada omni dengan cara yg sama, yaitu dengan milis.. wajar dong, gak mungkin omni mo terima permintaan maaf cuma lisan.. orang si bu prita mencemarkannya bukan lewat lisan, tapi lewat milis..

Peringatan udah diberikan o/ omni selama 1x24 jam.. tapi si bu prita gak meng-indahkan peringatan ini.. Yaaaaaah, udah tau dong.. kalo seseorang gak meng-indahkan peringatan kayak begitu artinya dia merasa dirinya bener.. omni yg salah.. Yah tentunyaaaaa, satu2nya cara selanjutnya u/ membuktikan seseorang salah ato bener jelas melalui menyidikan bukaaan?? yg melakukan yah kejaksaan dibantu penyidik polisi mestinya kalo gak salah.. Naaaah, berhubung yg masuk pelaporan polisi itu pencemaran nama baik.. yah yang dicari itu bukti ada ato nggaknya pencemaran nama baik..

Yah, gampang bangetlah sih penyidik dapetnyaaaa.. orang kita aja tinggal googling aja dapet.. apalagi penyidik dengan segala kemampuannyaaaa.. iyah gaaaaak?
Dapetlah bukti kata2 di subjectnya si bu prita di milis.. kena lah pasal UU IT itu..
Naaaaah, yg namanya perubahan status menjadi "tersangka", mestinya boleh gak tinggal di rumah??? kalo boleh, kenapa pak antasari ashar gak dijadiin tahanan kota jugaaaaa??? (hehe.. itu pemikiran simpel nan bodo ajaaaa...)

gua gak tau bunyinya apa UU IT.. yang pasti gak ada hubungannya ama "Neo Liberalisasi" seperti yg dibilang salah satu capres itu.. malah dipake untuk mendongkrak namanya... dengan ngomong UU IT -> Neo Liberalisasi.. Padahal si capres ini dulu sempat selamat namanya dari hujatan berkat UU IT.. Inget gak group fb yg berjudul "Say No To M*G*???" berkat UU informasi, group ini bisa dibubarkan.. kok malah sekarang berkoar2 soal neo liberalisasi??? duuuuhh.. politik itu bener bikin eneg!!!! YANG PASTI KASUSNYA BU PRITA GAK PANTES DIPOLITISIR!!! EEEh, kasusnya si manohara juga mo dipolitisir... duuuuhh.. yg nggak2 aja... udahlaaaahh..

Trus gua liat orang2 yg hebat2 di dunia IT & hukum ngomong ini itu tentang si bu prita.. katanya gak pantes di penjara, dll, dsb.. gua gak ngerti.. mereka kan orang2 hebat.. kenapa mereka bisa memandang sebelah mata pada kasus ini? mending biarin aja penyidik kepolisian beraksi.. kalo emang salah yah salah, kalo emang bener yah tuntut balik RS.omni.. selesai bukan? Emang bu prita ini kasian, tapi ini kan negara hukum, kalo emang dia terbukti salah, masak harus dibeda2in gara2 punya anak2?? gua rasa banyak orang2 lain yg dipenjara ninggalin anak2nya.. Tapi yg ini karena terlalu di blow up ama media, makanya jadinya terlalu lebai.. yaaah, gak jauh2 lah ama kasus di manohara.. gara2 terlalu lebai jadi gak simpatik sama sekali gua..

Masak di media bilang gini.. "Ibu Prita terpaksa meninggalkan anaknya, padahal anaknya masih ada yg membutuhkan ASInya, karena di tahan, anaknya jadi tidak bisa minum ASI lagi.." DDDUUUGGG!!!! pas gua liat anaknya, yg paling kecil umur 1 taon lebih kali tuh, diliat dari tampangnya... Masak masih perlu ASI??? Media itu brengsek ah.. Mereka kan cuma perduli rating ajaaa..
It's Mine: Predator Cue - Tipe 4K2 Customized with Ebony
[Image: cue1x-1.jpg]
_________________________________________________________________________
Pure Ebony unstained forearm with Batik Wood Rings & Genuine Leather Grip
Reply
#5
sebenernya cuman masalah komunikasi antara pasien aja. kan pasien org awam, harus ada penjelasan.
Reply
#6
saya juga sudah baca email tsb....disitu memang aga kurang jelas sih sebenarnya mana yang salah atau mana yang benar...karena menurut sy cerita peristiwa di email tsb masih kurang jelas, kan dibahas dari sisi orang awam..mungkin hal ini belum sepatutnya dibahas lebih jauh, karena sy belum ada membaca tentang penjelasan dari pihak omni....must see on both side....yang sy bingung dari ibu tsb adalah apa inti permasalahan yg dia ajukan, apakah salah diagnosis kerja saat dia pertama datang ke rumah sakit?....apakah ibu tsb marah karena tidak mendapat penjelasan gamblang dari sang konsulen?...atau apakah ibu tsb marah karena hasil lab yg menyebabkan dia MRS tidak dapat ditunjukkan oleh pihak rumah sakit??......tuing...tuing..msh membingungkan menurut saya...

>>NO OFFENSE<<
Reply


Forum Jump: